Makanan merupakan bahan yang amat penting bagi kita terutama bagi tubuh kita. Tentu saja dalam menyajikan makan yang hendak kita makan haruslah terbebas dari kontaminasi bakteri, kuman, atau serangga penyebab penyakit. Karena hal tersbut tentu saja sangat penting dalam mempenagruhi kesehatan kita. Tapi ternyata kehigienisan suatu makanan saja tidak cukup untuk menjamin kesehatan itu. Hal ini sangat terkait erat dengan kemasan makanan yang merupakan bagian dari makanan yang sehari-hari kita konsumsi.
Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan. Tetapi ternyata tidak semua bahan-bahan tersebut tidak aman bagi makanan yang dikemasnya.
STYROFOAM
Ada begitu banyak bahan yang digunakan sebagai pengemas makanan, yaitu kemasan yang bersentuhan langsung dengan makanan. Tetapi ternyata tidak semua bahan-bahan tersebut tidak aman bagi makanan yang dikemasnya.
STYROFOAM
Styrofoam ditemukan pada tahun 1839, secara tidak sengaja oleh Eduard Simon, seorang apoteker dari Jerman. Styrofoam terbuat dari plastik yang disebut polystyrene. Polystyrene adalah plastik berbasis minyak bumi dibuat dari monomer stirena. Styrene digunakan secara luas dalam pembuatan plastik, karet, dan resin. Nama styrofoam sebenarnya adalah nama dagang dari produk busa polystyrene. Polystyrene merupakan bahan ringan, karena sekitar 95% terdiri dari udara.
Styrofoam merupakan insulansi yang baik, sehingga styrofoam banyak digunakan karena mampu menjaga makanan/minuman tetap dalam kondisi panas/dingin. Bahan tersebut juga tetap nyaman dipegang, mempertahankan kesegaran dan keutuhan bahan yang dikemas, lebih aman, serta ringan. Styrofoam yang dibuat dari kopolimer styren ini menjadi pilihan bisnis pangan karena mampu mencegah kebocoran dan tetap mempertahankan bentuknya saat dipegang. Selain tempat makanan, styrine juga bisa didapatkan dari asap rokok, asap kendaraan dan bahan konstruksi gedung.
Bahan ini harus dihindari, karena bisa mengkontaminasikan bahan styrine ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan, terutama bila dipanaskan dalam microwave. Styrine ini berbahaya untuk otak dan sistem syaraf. Selain berbahaya untuk kesehatan otak, juga mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi, dan pertumbuhan dan sistem syaraf, juga karena bahan ini sulit didaur ulang. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan Endocrine Disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.
Selain itu, ternyata dalam memproduksi polystyrene memerlukan bantuan chlorofluorocarbons (CFC), bahan kimia yang memecah ozon di troposfer.Beberapa Polistiren kini diproduksi dengan HCFC-22, yang dikalim kurang merusak dibanding CFC-11 dan CFC-12. Meski demikian HCFC-22 masihlah merupakan gas rumah kaca dan dapat merusak lapisan ozon. Bahkan, menurut sebuah penelitian tahun 1992 oleh Institut Energi dan Penelitian Lingkungan, HCFC diyakini tiga sampai lima kali lebih merusak lapisan ozon dari sebelumnya (Study Finds CFC Alternatives More Damaging Than Believed," The Washington Post, December 10, 1989).
KERTAS
Kertas juga sering digunakan oleh penjual makanan terutama gorengan sebagai pembungkus makanan yang dijualnnya. Terutama adalah penjual kacang rebus atau kacang goreng yang sering berjualan dipinggri jalan, yang biasa digunakan adalah kertas koran. Padahal kertas pembungkus yang kontak langsung dengan makanan haruslah kertas yang khusus untuk membungkus makanan, bukan kertas bekas yang tentu saja rawan kontaminasi bahan-bahan berbahaya.
Bahan ini harus dihindari, karena bisa mengkontaminasikan bahan styrine ke dalam makanan ketika makanan tersebut bersentuhan, terutama bila dipanaskan dalam microwave. Styrine ini berbahaya untuk otak dan sistem syaraf. Selain berbahaya untuk kesehatan otak, juga mengganggu hormon estrogen pada wanita yang berakibat pada masalah reproduksi, dan pertumbuhan dan sistem syaraf, juga karena bahan ini sulit didaur ulang. Pada Juli 2001, Divisi Keamanan Pangan Pemerintah Jepang mengungkapkan bahwa residu styrofoam dalam makanan sangat berbahaya. Residu itu dapat menyebabkan Endocrine Disrupter (EDC), yaitu suatu penyakit yang terjadi akibat adanya gangguan pada system endokrinologi dan reproduksi manusia akibat bahan kimia karsinogen dalam makanan.
Selain itu, ternyata dalam memproduksi polystyrene memerlukan bantuan chlorofluorocarbons (CFC), bahan kimia yang memecah ozon di troposfer.Beberapa Polistiren kini diproduksi dengan HCFC-22, yang dikalim kurang merusak dibanding CFC-11 dan CFC-12. Meski demikian HCFC-22 masihlah merupakan gas rumah kaca dan dapat merusak lapisan ozon. Bahkan, menurut sebuah penelitian tahun 1992 oleh Institut Energi dan Penelitian Lingkungan, HCFC diyakini tiga sampai lima kali lebih merusak lapisan ozon dari sebelumnya (Study Finds CFC Alternatives More Damaging Than Believed," The Washington Post, December 10, 1989).
KERTAS
Kertas juga sering digunakan oleh penjual makanan terutama gorengan sebagai pembungkus makanan yang dijualnnya. Terutama adalah penjual kacang rebus atau kacang goreng yang sering berjualan dipinggri jalan, yang biasa digunakan adalah kertas koran. Padahal kertas pembungkus yang kontak langsung dengan makanan haruslah kertas yang khusus untuk membungkus makanan, bukan kertas bekas yang tentu saja rawan kontaminasi bahan-bahan berbahaya.
Pembungkus yang tidak didesain khusus untuk makanan sehingga mengandung zat berbahaya seperti timbal, karbon, dan lain sebagainya. Timbal dapat mudah berpindah ke makanan jika terkena minyak dan panas yang mampu menyebabkan pucat, kelumpuhan. Beberapa kertas kemasan dan non-kemasan (kertas koran dan majalah) yang sering digunakan untuk membungkus makanan, terdeteksi mengandung timbal (Pb) melebihi batas yang ditentukan.
Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P, yaitu pallor (pucat), pain (sakit) & paralysis (kelumpuhan). Keracunan yang terjadipun bisa bersifat kronis dan akut. Untuk terhindar dari makanan yang terkontaminasi logam berat timbal, memang susah-susah gampang. Banyak makanan jajanan seperti pisang goreng, tahu goreng dan tempe goreng yang dibungkus dengan Koran karena pengetahuan yang kurang dari si penjual, padahal bahan yang panas dan berlemak mempermudah berpindahnya timbal ke makanan tsb. Sebagai usaha pencegahan , taruhlah makanan jajanan tersebut di atas piring.
Kertas yang lain yang juga berhaya bagi kesehatan adalah kertas tisu. Kita sering kali menggunakannya untuk mengambil atau membungkus makanan, misalnya : gorengan, untuk menghindari tangan kotor atau menyerap minyak yang berlebihan pada makanan tersebut. Menurut Sapto Nugroho Hadi, dari Departemen Biokimia IPB, zat kimia yang terkandung dalam kertas tisu disebut pemutih klor, yang memang ditambahkan dalam pembuatan kertas tisu agar terlihat lebih putih dan bersih. Zat ini dapat bermigrasi ke makanan dan bersifat karsinogenik (pemicu kanker).
KANTONG KRESEK
Kantong kresek terutama yang hitam ternyata kalau terkena panas, zat pewarna hitamnya bisa terurai, terdegradasi menjadi bentuk zat radikal beracun yang berbahaya bagi kesehatan terutama dapat menyebabkan sel tubuh berkembang tidak terkontrol seperti pada penyakit kanker. Kebiasaan seperti ini sering kita lihat pada saat seseorang membeli bakso. Kebanyakan penjual bakso saat ini langsung membungkus jualannya dengan kantong kresek hitam yang tentu saja berbahaya karena masih dalam keadaan panas.
Badan POM RI telah mengeluarkan peringatan bahwa : (PERINGATAN PUBLIK / PUBLIC WARNING TENTANG KANTONG PLASTIK “KRESEK” Nomor: KH.00.02.1.55.2890 Tanggal : 14 Juli 2009)
Kantong plastik kresek berwarna terutama hitam kebanyakan merupakan produk daur ulang yang sering digunakan untuk mewadahi makanan.
Dalam proses daur ulang tersebut riwayat penggunaan sebelumnya tidak diketahui, apakah bekas wadah pestisida, limbah rumah sakit, kotoran hewan atau manusia, limbah logam berat, dll.
Dalam proses tersebut juga ditambahkan berbagai bahan kimia yang menambah dampak bahayanya bagi kesehatan. Jangan menggunakan kantong plastik kresek daur ulang tersebut untuk mewadahi langsung makanan siap santap.
PERALATAN MAKAN BERBAHAN MELAMIN
Badan POM telah mengeluarkan PERINGATAN/PUBLIC WARNING TENTANG PERALATAN MAKAN “MELAMIN” NOMOR: KH.00.01.1.23.2258 TANGGAL 1 JUNI 2009. Dari hasil pengujian, Bahan melamin untuk pembuatan barang rumah tangga seperti piring, gelas, mangkuk, mug, cetok, sendok, garpu, dan sebagainya ternyata tidak semuanya aman bagi kesehatan kita karena dapat memicu kanker. Terlebih bila digunakan untuk mewadahi makanan yang berair atau berasa asam.
Meski harganya murah, bentuknya beraneka ragam, ringan dan tahan banting tetap diharapkan bagi masyarakat untuk lebih selektif dan waspada dalam membeli perangkat rumah tangga termasuk produk yang dijual di hipermarket, supermarket dan minimarket walaupun ritel tersebut termasuk modern serta melakukan pengawasan ketat terhadap barang dagangannya. Jangan hanya melihat bentuk dan coraknya saja yang menarik, tapi kita harus lebih berhati-hati dalam hal kesehatan.
Berdasarkan uji klinis terdapat sebagian merek produk melamine di Indonesia yang mengandung racun formaldehid atau formalin. Racun tersebut adalah merupakan hasil polimerisasi yang tidak sempurna sehingga menghasilkan residu formaldehid yang menempel pada barang-barang tersebut. Apabila residu itu ikut nimbrung masuk ke dalam perut badan kita melalui makanan dan minuman, maka bisa menimbulkan masalah kesehatan seperti kanker dan penyakit lain yang sangat berbahaya.
Harian Kompas Senin, 1 Juni 2009 | 12:54 WIB, telah memberitakan bahwa pihak BPOM RI, telah menguji 62 sampel peralatan makan melamin di laboratorium. Hasilnya 30 sampel positif melepaskan formalin. Sampel peralatan makan melamin yang melepaskan formalin antara lain gelas dengan tulisan di bagian bawahnya VGS 4-05A Melamine Ware, dan Sayota Melamin Ware. Sendok bertuliskan Made in china No 2117, Melamine Ware Ads 7007, Zak Design china 04287, Piring bertuliskan Mei Shing Melamin 109, garpu Huafeng No 204, sebut Kepala BPOM RI, Husniah Rubiani Thamrin Akib.
Sendok sayur dengan tulisan IM 508, mangkok merek Sayota Melamine VGS 1-83 dan merek Mei Shing Melamine 110581, dan Melamine Ware T109, juga melepaskan formalin saat digunakan, imbuh dia. Ketua Yayasan Lembaga konsumen Indonesia, Huzna Zahir, bahan dasar melamin adalah formalin. Bila diproses produksi tidak bagus, produk tersebut akan melepas formalin. “Sebenarnya sudah ada standar produksi perangkat berbahan melamin yang aman digunakan untuk tempat makan, food grade istilahnya,” kata dia.
0 comments:
Post a Comment